Cara supaya terus-menerus dalam keadaan suci: Terjemah Risalah Adab Sulukil Murid -Ngaji ke 06-

Ngaji Kitab Risalah Adab Sulukil Murid:

Orang yang Menuju Allah Dianjurkan Terus Menerus Dalam Keadaan Suci dan Paling Semangat Dalam Kebaikan

Anjuran Wudhu dan Wiridan / Dzikir
Sumber Gambar:
http://elr7ma.talk4her.com/t786p56-topic
http://mawdoo3.com/شعر_عن_ذكر_الله

بسم الله الرحمن الرحيم

Pasal

فصل

 

Bagi seorang muriid sebaiknya terus-menerus dalam keadaan suci. Setiap ia berhadats (langsung) berwudhu dan shalat dua rokaat. Apabila si muriid sudah berkeluarga kemudian mendatangi istrinya (berhubungan intim) maka bersegeralah mandi jinabat pada waktu itu juga, jangan sampai berdiam diri dalam keadaan junub. Untuk membantu muriid terus-menerus dalam keadaan suci adalah dengan menyedikitka makan. Karena orang yang banyak makan akan sering berhadats, oleh karena itu ia akan sangat kesulitan mempertahankan selalu keadaan suci. Mengurangi makan juga membantu untuk tidak tidur (terjaga), sementara itu terjaga / tidak tidur merupakan salah satu tugas dan kegiatan (sebagai pemenuhan) keinginannya (menuju Allah) yang paling ditekankan.

ويَنبغي لِلمُريد أَن لاَ يزَالَ على طهَارةٍ، وكُلَّما أحدثَ تَوضَّأ وصلَّى ركعَتين، وإن كانَ مُتَأهِّلاً وأتى أهلَهُ فليُبادِر بِالاِغتِسالِ مِنَ الجَنابةِ في الوَقتِ، ولاَ يمكُث جُنُباً، وَيستَعينُ عَلى دَوامِ الطَّهارَةِ بِقِلَّةِ الأكلِ، فإنَّ الّذي يُكثِرُ الأكلَ يقَعُ لهُ الحَدثُ كثيراً فَتشُقُّ عليهِ المُداوَمةِ على الطَّهارةِ، وفي قِلَّةِ الأكلِ أيضاً مَعونَةٌ على السّهَرِ وهُو مِن آكَدِ وظائِف الإِرادةِ.

 

Perkara (berikutnya) yang seharusnya dilakukan oleh muriid adalah tidak makan kecuali dalam keadaan lapar, tidak tidur kecuali ia tidak sengaja tertidur, tidak berbicara kecuali memang perlu dan tidak mencampuri / bergaul dengan orang lain kecuali apabila dalam bergaul tersebut terdapat manfaat.

والّذي يَنبغي لِلمُريدِ أن لا يأكُلَ إلا عن فاقةٍ، ولاَ ينامَ إلا عن غَلبَةٍ، ولاَ يَتكلَّمَ إلا في حاجَةٍ، ولاَ يُخالِطَ أحداً مِنَ الخَلقِ إلا إن كانِت لهُ في مُخالَطتِهِ فائدةٌ،

 

 

Barang siapa yang banyak makan hatinya akan menjadi keras dan anggota badannya menjadi berat untuk beribadah. Banyak makan juga akan berakibat pada banyak tidur dan banyak bicara. Sementara muriid yang banyak tidur dan bicaranya, keinginannya (menuju Allah) akan menjadi gambaran (imajinasi) saja yang tidak ada wujud sejatinya.

ومَن أكثَرَ الأكلَ قَسا قَلبُه، وثَقُلَتْ جَوارِحُهُ عَنِ العِبادةِ، وكَثْرةُ الأكلِ تَدعو إلى كَثرةِ النَومِ والكلامِ، والمُريدُ إذا كُثُرَ نَومُهُ وكَلامُهُ صارَت إرادَتهُ صورةً لاَ حَقيقةَ لها،

 

Dan (disebutkan) di dalam hadits: “Tidak ada suatu tempat –wadah- yang dipenuhi oleh keturunan Adam yang lebih buruk daripada perut. (Sebenarnya) cukup bagi manusia hanya beberapa suapan kecil makanan yang mampu untuk menopang tulang belakangnya. Apabila ia harus (makan lebih) maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya (udara).

وفي الحديثِ: "ما مَلأَ ابنُ آدمَ وِعاءً شرّاً مِن بَطنِهِ، حَسبُ ابنِ آدمَ لُقيماتٌ يُقِمنَ صُلبَهُ فإن كانَ لاَ مَحالةَ فَثُلثٌ لِطعامِه وثُلثٌ لِشَرابِه وثُلثٌ لِنَفَسِه".

 

Pasal

فصل

 

Seyogyanya seorang muriid menjadi orang yang paling menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan dan hal-hal yang diharamkan, paling menjaga perkara-perkara yang diwajibkan dan diperintahkan, paling gemar melakukan perbuatan-perbuatan yang mendekatkan kepada Allah dan paling cepat menuju kebaikan. Karena seorang muriid itu tidak akan mengungguli manusia lain kecuali dengan memprioritaskan Allah dan ketaatan kepada-Nya serta dengan mengganti semua hal yang menyibukkan dirinya untuk beribadah kepada Allah.

ويَنبغي لِلمُريد أَن يكونَ أَبعدَ النَّاسِ عنِ المَعاصي والمَحظوراتِ، وأَحفَظهُم لِلفَرائِضِ والمَأموراتِ، وأحرَصَهُم على القُرُباتِ، وأسرَعَهُم إلى الخَيراتِ، فإنّ المُريدَ لَم يَتَميَّزَ عن غَيرِهِ مِن النّاسِ إلا بالإقبالِ على الله وعلى طاعَتهِ، والتَّفرُّغِ عن كُلِّ ما يُشغِلُهُ عن عِبادَتِهِ.

 

Hendaknya seorang muriid menjadi orang yang kikir terhadap nafasnya dan pelit dengan waktunya. Jangan digunakan (nafas dan waktunya tersebut) baik itu sedikit ataupun banyak kecuali dalam perkara yang mendekatkan dirinya pada Tuhannya (Allah SWT) dan dalam hal yang kemanfaatannya kembali ke tempat pulangnya kelak (yakni akhirat).

ولِيكُن شَحيحاً على أنفاسِهِ، بَخيلاً بِأوقاتِهِ، لاَ يَصرِفُ مِنها قليلاً ولا كَثيراً، إلا فِيما يُقَرِّبهُ مِن ربّهِ، ويَعودَ عَليهِ بِالنَّفعِ في معَادِهِ.

 

Sebaiknya seorang muriid memilik satu wirid dari berbagai ibadah-ibadahnya yang dilakukan secara terus-menerus (menjadi kebiasaan). Jangan mentolerir diri dengan meninggalkan sedikitpun wirid tersebut baik itu dalam kondisi sulit ataupun kondisi longgar. Hendaknya muriid memperbanyak membaca Al Qur’an al ‘Adzim disertai merenungkan maknanya dan membaca tartil lafad-lafadnya.

ويَنبغي أن يكونَ لهُ وِرْدٌ مِن كُلِّ نوعٍ مِن العِباداتِ يُواظِبُ عليها، ولا يسمَح بِتَركِ شيءٍ مِنها في عُسرٍ ولاَ يُسرٍ، فَلْيُكثِر مِن تِلاوةِ القُرآنِ العظيمِ مَع التَدبُّرِ لِمعانيهِ، والتَّرتيلِ لألفاظِه،

 

Disamping itu hendaknya muriid memenuhi dirinya sendiri dengan keagungan Dzat yang berfirman saat membaca Kalam-Nya. Jangan membaca seperti orang-orang yang lalai yakni mereka yang membaca Al Qur’an dengan lidah/bahasa yang fasih, suara yang tinggi/merdu dan hati yang jauh dari khusyu’ dan tidak ada Pengagungan kepada Allah. Mereka membaca Al Qur’an seperti apa yang diturunkan yakni dari awal sampai akhir sementara mereka tidak tahu maknanya. Dan mereka (juga) tidak mengetahui untuk kepentingan apa Al Qur’an diturunkan. Apabila mereka mengerti pasti mereka akan mengamalkan. Karena ilmu adalah sesuatu yang bermanfaat.

وليكُن مُمتلِئاً بِعَظمةِ المُتكَلِّم عِند تِلاوةِ كَلامِه، ولاَ يَقرأُ كَما يَقرأُ الغافِلون الذينَ يَقرؤونَ القرآنَ بِألسِنةٍ فصيحةٍ وأصواتٍ عالِيَةٍ وقلوبٍ مِنَ الخُشوعِ والتَعظيمِ لله خاليةٍ، يَقرَؤونهُ كما أُنزِلَ مِن فاتِحتِه إلى خاتِمَتِه ولاَ يدرونَ مَعناهُ، ولاَ يعلَمونَ لأيِّ شيءٍ أُنزِلَ، ولَو عَلِموا لَعمَلوا، فإنّ العِلمَ ما نَفعَ،

 

Barang siapa yang telah mengetahui (berilmu) sementara ia tidak menerapkannya maka antara dia dan orang bodoh tidak ada bedanya, kecuali dari sisi bahwa: “Hujjah (bukti) Allah akan mencelakakannya (yakni orang berilmu tapi tidak mengamalkannya) lebih ditekankan.” Berdasarkan hal ini orang bodoh lebih baik keadaannya dari orang yang berilmu tapi tidak mengamalkannya.

ومَن عَلِمَ وما عَمِلَ فَلَيسَ بينهُ وبَينَ الجاهِلِ فَرقٌ إلا مِن حيثُ إنّ حُجَّةَ الله عليهِ آكَدُ، فَعَلى هذا يَكونُ الجاهِلُ أَحسنُ حالاً منه،

 

Oleh karena itu dikatakan (sebuah pepatah): Setiap ilmu  yang kemanfaatannya tidak kembali padamu maka kebodohan lebih (cepat) pulang padamu daripada ilmu tersebut.

ولِذلِك قيلَ: كُلُّ عِلمٍ لاَ يَعودُ عَليكَ نَفعُهُ فَالجَهلُ أَعوَدُ عَليكَ مِنهُ.

 

Jadikanlah bagimu -wahai muriid- satu bagian waktu untuk bertahajjud. Karena malam hari adalah waktu khalwat (berbincang-bincang secara intim) seorang hamba beserta Tuannya (Allah SWT). Untuk itu, perbanyaklah merendahkan diri dan meminta ampunan di malam hari. Bermunajatlah kepada Tuhanmu dengan bahasa yang merendah dan sangat membutuhkan-Nya. Semua itu dilakukan dengan hati yang menyatakan diri sangat lemah dan (berada) di puncak kesusahan. Waspadalah, jangan sampai kau meninggalkan beribadah di malam hari. Jangan sampai waktu sahur mendatangimu kecuali kau sudah bangun dan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

ولِيكُن لكَ - أيّها المُريدُ- حَظٌّ مِن التَّهجُّدِ فإنّ اللَّيلَ وَقتُ خَلوةِ العَبدِ معَ مَولاهُ فأكثِر فيهِ مِن التَّضرُّعِ والاِستِغفارِ، وناجِ ربَّكَ بِلِسانِ الذِّلّةِ والاِضطِرارِ، عَن قلبٍ مُتحقّقٍ بِنِهايةِ العَجزِ وغايَةِ الاِنكِسارِ، واحذَر أن تَدعَ قِيامَ الليلِ فلا يأتي علَيك وقتُ السَّحرِ إلا وأنتَ مُستيقِظٌ ذاكِرٌ لله سُبحانَهُ وتعالى .

 

Wallahu a’lam bishhawaab…

Bersambung.

Oleh: Santrisopus

 

<< Ngaji Sebelumnya…

Ngaji Berikutnya…>>

Post a Comment for "Cara supaya terus-menerus dalam keadaan suci: Terjemah Risalah Adab Sulukil Murid -Ngaji ke 06-"